Fiksi Mini: Satu Hal yang Terlupakan
TERKADANG, saking sibuknya dengan kegiatan sehari-hari dan pemikiran sendiri, kita suka lupa dengan hal-hal kecil yang (mungkin) kelihatannya sepele tapi kenyataannya sangat penting dalam hidup kita. Dan ini terjadi dalam hidupku.
Hari itu aku sudah
menyiapkan sejumlah jawaban yang akan ditanyakan pada interview nanti. Bahkan jawaban untuk pertanyaan yang belum bisa
kukuasai pun sudah disiapkan. Semuanya berkat riset yang kulakukan secara
daring sejak beberapa hari lalu. Dengan persiapan ini–saat itu–aku berusaha
meyakinkan diri bahwa aku pasti bisa lolos kali ini. Tinggal didukung dengan
doa sekencang-kencangnya juga dukungan dari orang-orang sekitar terutama
keluarga, baik secara moral maupun finansial. Aku tidak ingin mengecewakan
harapan mereka.
***
HARI H wawancara
pun tiba, dan aku sudah memperkirakan bahwa pasti banyak yang kualitasnya lebih
baik dariku. Jujur, hal ini sempat membuatku minder. Tapi karena sedang butuh
pekerjaan yang bisa membantuku menunjang pertumbuhan karier, aku berusaha
memfokuskan diri bahwa aku pasti bisa melewati hal ini. “Pasti aku bisa, pasti
aku bisa!”
Sayangnya, begitu
sudah praktik langsung, ternyata rasa gugup itu masih menyelimuti diri. Aku
berusaha untuk menguasai diri agar kembali normal. Namun.. aku kalah. Aku hanya
bisa menyampaikan sepatah dua patah kata dari jawaban yang sudah kusiapkan. Dan
pada akhirnya jawaban yang kusampaikan diartikan berbeda dengan jawaban yang
sudah disiapkan tersebut.
Dari kejadian ini,
aku baru sadar ternyata ada satu lagi kekuranganku yang tidak kucantumkan ke
dalam draft jawaban di buku tulis. Yaitu penyakit gugup. Benar, rasa gugup ini
seringkali menghalangiku dalam berkomunikasi terutama jika jarang keluar rumah
dan bersosialisasi (dalam arti ngobrol secara langsung dengan orang lain).
Bukan karena aku anti sosial, hanya saja.. kurasa lebih baik aku fokus dulu
dengan pencarian pekerjaan ini. Komunikasi secara langsung bisa dilatih lagi
seiring berjalannya waktu. Yang kedua, mental. Aku kurang menyiapkan mental
untuk persiapan interview ini. Sekali
pun sejumlah riset daring sudah dilakukan, jika mental kita kurang siap
tentunya akan berakhir dengan planga-plongo doang.
Ada baiknya aku
belajar melatih diri lagi supaya mental ini semakin siap dan sekali pun tidak
bisa ngobrol secara langsung, paling tidak jika ada kesempatan ikut webinar
mungkin perlu menyalakan kamera dan mic
agar semakin terlatih. Sedangkan untuk riset yang sudah dilakukan, aku harus selalu
ingat bahwa ini adalah progress. Meski pun cuma 1%. Jangan pernah sesali apa
pun dan jangan pernah menyerah dalam mengejar cita-cita.[]
Komentar
Posting Komentar